Sabtu, 28 Juni 2008

Gunung Gede Pangrango

Jika anda sudah membaca sejarah terbentuknya Pergempa, anda pasti paham siapa saja dan ke mana perjalanan dimulai. Yaps langsung aja deh, berangkat ditempuh melalui jalan darat (ya iyalah mana ada kapal / pesawat) kumpul di rumah Samsul di daerah Klender karena bus yang ke Kampung Rambutan lewat depan rumahnya, 9 orang ini berangkat pagi hari menjelang siang. Sampai di terminal Kp. Rambutan perjalanan diteruskan menggunakan bus arah Bandung yang melewati Cibodas, sampai di pertigaan Cibodas dilanjutkan dengan menggunakan angkutan kecil yang siap berangkat. Begitu tiba di Cibodas kami tidak lupa solat berjamaah di musolah yang di sediakan oleh pihak taman wisata Cibodas.

Base Camp

Sesampai di Base camp semua persiapan di cek kembali yang kebetulan disana juga ada pengecekan barang dari pihak pengurus Gunung Gede, sedikit info : di Gunung Gede sebelum kita akan mendaki, kita di wajibkan pasan / booking melalaui fax/datang langsung dan waktunya minimal 3 hari sebelum mendaki. Perjalanan kami dilanjutkan setelah persiapan dan pemeriksaan selesai, baru beberapa kilometer kami berjalan hujan mengguyur kami karena kami masih amatiran jadi jas hujan pun banyak yang tidak bawa.

Huah... dingin, ujan, becek, ngga ada ojek (kata cinta laura) namun perjalanan tetap dilanjutkan. Langkah demi langkah kian bertambah berat, saat itu Samsul mulai terlihat lelah. Terbukti saat ia memutuskan untuk menghentikan langkahnya dan memilih untuk duduk diatas tanah basah yang menjulang diantara jalan setapak.

Samsul : " Woi,, istirahat dulu ya!!!! cape nih " (dengan nafas tersengkal)

Karena kami satu tim jadi apapun yang terjadi haruslah mementingkan kondisi kelompok, jadi kami beristirahat sejenak sambil minum yang masing-masing diwajibkan membawa botol air. Hujan semakin deras dan gelap mulai menutupi pohon pohon besar yang tampak basah dan berlumut, itu semua membuat kami kedingingan. Sedikit info " Jika kita berada di gunung saat malam hari sebaiknya perbanyaklah bergerak dengan itu kita dapat mengurangi rasa dingin yang menusuk ke tulang kita ". Perjalanan dilanjutkan kembali saat rasa lelah dan dahaga mulai berkurang, Eko di pilih sebagai leader dan penunjuk jalan karena ia pernah mengikuti pelantikan di Gunung ini, Dany mengisi posisi tengah di antara Ma'nyoi dan Hendrik yang masih awam dengan kondisi Gunung, diakhir barisan diisi oleh Ruby yang sudah mempunyai pengalaman waktu ke Semeru. Posisi tersebut terlihat sangat solid karena dapat saling menutupi antara satu dengan yang lainnya.

Hujan mulai mereda namum tetap saja langkah kami terasa berat, beberapa kali kami terhenti karena kondisi fisik kami sudah melemah. Diantara peristirahatan itu terlihat Ruby, Eko dan Dany sedang berdiskusi dan ternyata rencana perjalanan kami sedikit berubah, Eko memutuskan untuk melanjutkan perjalanan sampai di air panas karena kondisi kami yang tidak memungkinkan. Jalan setapak licin kami lalui, tak lama berselang Samsul berteriak sambil mengusap kakinya yang ternyata di hinggapi lintah/pacet. Anak-anak dengan sigap mengeluarkan peralatan, seperti : pisau kecil dan garam. Di maksudkan agar lintah yang sulit dicabut saat menempel dikulit yang menghisap darah dapat dengan mudah dilepas dengan menggunakan garam. Tak lama setelah perjalanan dilanjutkan kembali terlihat banyak sekali monyet yang menyambut kami, namun monyet-monyet itu tidak segalak hewan yang hidup liar. Terlihat monyet-monyet itu hanya memperhatikan kami dan mengeluarkan suara-suara khas mereka, jelas membuktikan bahwa jika kita saling menghargai dan tidak mengganggu akan tercipta ekosistem yang selaras. Rasa lelah terus menghantui benak kami, saat itu Brian meminta bergantian karier dengan tas Eko yang jelas lebih kecil dan ringan. Eko menuruti saja permintaan Brian yang memang perokok berat itu, sama dengan Brian yang lain juga tampak jelas fisik mereka sangat terkuras terlihat dari wajah mereka dan suara canda serta dendangan yang tidak terdengar lagi.

Eko dengan lugas memberikan semangat kepada kami seraya berkata " Ayo,, sebentar lagi nyampe, pasti bisa " walaupun kata-kata itu sering kali terdengar namun setidaknya memberikan semangat untuk terus melanjutkan. Tak lama kemudian terdengar suara gemercik air yang kami asumsikan tak lama lagi kami tiba di air panas dan itu tandanya kami akan beristirahat selama semalam, jalan yang tertutup kabut yang di hasilkan dari air panas membuat perjalanan ini semakin berat, pasalnya jika kita tidak berhati-hati kita akan terperosok ke air panas atau yang lebih parah lagi kita akan terjatuh ke dalam jurang. Eko dengan seksama memberikan jejak mana yang harus kami injak, satu demi satu berjalan beriringan saling memperhatikan langkah dengan berpegangan tali yang memang sudah disediakan. Air panas ini kami tempuh dengan baik berkat organisasi dan yang baik.

Air Panas

Ternyata dilahan yang sempit ini terdapat beberapa kelompok PA yang sudah mendirikan tenda, kami harus mendirikan tenda dengan cepat karena hujan kembali deras. Setelah tenda selesai didirikan, Dani " si spesialis memasak " membuat masakan dan minuman hangat. Didalam tenda wajah pucat dengan tanpa busana atasan karena pakaian basah terlihat ceria kembali, sambil menunggu masakan jadi canda tawa dan cerita-cerita kembali terdengar. Sekilas cahaya kamera pocket mengeluarkan blits, sebenarnya didalam tenda inilah yang sangat kental tercipta suasana kekeluargaan dan saat di dalam tenda juga adalah hal yang sangat diidamkan oleh kami.

Bau masakan dan wedang yang diracik Dani sangat menggugah selera, walaupun terlihat berantakan dan makan satu sendok dari mulut ke mulut menciptakan suasana kekeluargaan yang kental (coba di rumah pasti ga doyan) selesai acara makan sedikit bercengkrama masing-masing menceritakan pengalaman kehidupan masing-masing. Walaupun hanya menggunakan satu tenda kami tidur berdesakan layaknya ikan teri setelah dijaring nelayan namun tidak mengurangi rasa lelap tidur.

Sekitar tengah malam kami terbangun mendengar suara yang terdengar asing ditelinga kami, ya ternyata ada bule yang ingin menuju puncak. Bisa dipastikan bule tersebut ingin menikmati indahnya sunrise, Bule tersebut meminta untuk dipandu selama perjalanan keatas. Kurang lebih percakapannya kaya gini :

Bule : " Hula....hula....hula..... "


Anak2 : " Bla....bla.....alababa.... "


Bule : " blebek...blebek...... "


Anak2 : "kjef klukanamakaliaangngkjeg mnv juruajuahjuajj "


Bule : " fuhakfjjfhjeghy kfjeifhuiehfalkieopejeifj "


Anak2 : " kejet...kejet....klutak.....brux "


Ngomong opo iki, intinya dia mau kasih upah 1 dolar perorang. Tapi anak-anak ga ada yang mau, tapi tenda sebelah mau aja nganterin tuh bule gila. Keesokan paginya kami terbangun karena sinar matahari langsung menyinari tenda kami, saat keluar ternyata Rubi dan Dani tidur berdua diluar menggunakan satu sliping bad yang parnonya lagi mereka tidur bugil tanpa busana cuma pake kolor doang. (Ga bisa dibayangkan betapa buruknya kejadian semalam). Di luar sana tercipta pemandangan ciptaan Allah yang begitu indah, acara masak begitu sangat menggairahkan mungkin dikarenakan semangat 45 kami kembali membara. Selesai makan istirahat sejenak yang kemudian perjalanan kami lanjutkan lagi.

Berbeda dari hari kemarin, hari ini begitu cerah namun udara panas membuat ion-ion didalam tubuh terbuang percumah. Terbukti setelah tanjakan setan, nafas begitu tersekal ditambah adanya bau belerang. Tetapi kami tetap semangat meneruskan perjalanan, seperti biasa Eko selalu berkata " Ayo, dikit lagi " suasana pepohonan terlihat berbeda, pohon-pohon mulai kecil dan pendek-pendek yang tandanya bagian teratas gunung akan semakin dekat. Sampai di tempat yang terbuka dan hanya terlihat jalan kecil nan panjang yang di sisi kanan dan kirinya tampak jurang curam yang sangat dalam. Suasananya begitu padat dan ramai, banyak tenda-tenda yang berdiri di balik pepohonan kecil. Angin berhembus sangat kencang sehingga kami memutuskan untuk beristirahat sejenak di antara tenda-tenda yang berdiri dan membuat makanan dan minuman ringan. Tidak seperti di pos-pos sebelumnya, suasana disini yang begitu ramai membuat suasana yang sangat berbeda (layaknya mal yang dipenuhi anak-anak muda yang sibuk dengan geng mereka). Diantara suasana yang riang, tercetus pertanyaan yang disertai wajah pucat memelas.

Brian : " Ko, jalanannya panjang ya? " (sembari menunjuk jalan yang akan dilalui)
Eko : " Ya lumayan!!!! " (sedikit meragukan)
Brian : " Trus, sampingnya terjal banget ya? "
Eko : " Knapa sih emangnya? "
Brian : " Ya ga papa, tapi mang terjal banget ya? panjang ga sih? "
Eko : " UDAH AH, TAR LIAT SENDIRI AJA " (sedikit sewot)

Saat packing terlihat percakapan antara Brian dan Ruby namun tak jelas apa yang dibicarakan, karena kabut jarak pandang menjadi pendek. Dengan seutas tali tebal berwarna biru yang telah disediakan, kami berjalan dengan hati-hati secara beriringan. Setelah kabut menghilang nampak jelas kami berada di tempat terbuka nan tinggi sehingga tampak jelas keadaan ciptaan Tuhan ini, serentak kami berucap "SUBHANALLAH". Namun disisi lain, seorang teman kami terlihat takut ketinggian. Yap, ternyata Brian yang banyak bertanya soal tempat ini ternyata highpobia, Dodol,, badannya gemetar, kepalanya tertunduk dan matanya hanya tertuju ke bawah. Haha.. yang lain ingin sekali tertawa namun tak sanggup untuk tertawa, Lucunya saat yang lain berfoto dan berpose, dia hanya duduk berlindung dibalik batu besar dan matanya tidak menghadap kamera. Dan konyolnya lagi dia minta dituntun saat jalan (dasar geblek, anak gunung takut ketinggian) namun biar begitu dia salah satu anggota yang dapat meramaikan suasana, gaya dan aksi yang kocak ditambah celaan dan ledekannya dapat menimbulkan tawa.

Setelah menempuh jalan diketinggian nan curam, kami tiba di pemancar yang didaulat sebagai tempat tertinggi di Gunung Gede. Seluruh keletihan terasa tak berarti, emosi dan kegembiraan terlampiaskan dengan haru, ada yang teriak lah, ada yang joget-joget lah, ada juga yang guling-gulingan ke jurang (ga deng). Setelah puas menikmati pemandangan yang indah yang juga puas berfoto-foto dan juga hari yang semakin sore perjalanan menukik 75 derajat kami lalui dengan berlari, terlihat semangat mereka yang begitu besar (apa mereka lapar ingin makan!)

Kamis, 26 Juni 2008

PERGEMPA

PERGEMPA didirikan pada tahun 2008, Pergempa sendiri sebenarnya sudah ada pada tahun 2001 namun belum aktif. Awal perjalanan Pergempa beranggotakan Ruby, Eko, Dany, Brian, Ramjid, Codot, Saogi, 2 orang lagi lupa yang di gawangi Om Sam (Om Dany) berkemah di Cijalu (Sukabumi). Setelah lulus SMP ke-9 orang tadi berbeda sekolah namun ternyata Ruby, Dany, Eko dan Om Sam berlanjut ke Gunung yang sesungguhnya "GUNUNG Semeru). Sekitar tahun 2003 tepatnya kelas 2 SMU perjalanan dimulai kembali, berawal dari banyaknya teman-teman yang meminta untuk naik gunung. Akhirnya terbentuklah beberapa anggota baru, Hendrik, Samsul, Daeng, Ma'nyoi, Maul ditambah Brian, Eko, Dany dan Ruby. Perjalanan kali ini menuju Gunung terdekat dari Jakarta yang secara geografis terletak di Jawa Barat dan merupakan salah satu Taman Nasional yang dikelola oleh pihak Perhutani " Gunung Gede Pangrango ".

selanjutnya baca di sini.